Batik asli sebagai warisan budaya milik bangsa Indonesia membutuhkan adanya Undang-Undang Perlindungan untuk menjaga keberlangsungannya di masa depan.
Hal itu dikatakan oleh Pengurus Yayasan Batik Indonesia Romi Oktabirawa dalam Rembug dan Konferensi Batik Nasional bagian dari kegiatan PBN 2018 pada Selasa, 23 Oktober di Hotel Pesonna Pekalongan.
Menurut Romi respon masyarakat terhadap batik dari tahun ke tahun memang dinilai cukup bagus namun kita melupakan bahwa batik belum mendapatkan perlindungan untuk pelestarianya.
Romi menilai Kota Pekalongan harus bisa memberikan rekomendasi kepada pemerintah pusat mengenai undang-undang yang mengatur tentang batik supaya masa depan Batik Indonesia dijamin secara hukum dan dapat dibedakan kategorinya dari produk tekstil yang bukan batik.
Sementara itu Ketua DPRD Balgis Diab mengungkapkan, sebagai langkah awal melindungi batik di Kota Pekalongan atas inisiasi DPRD kini tengah merancang Raperda yang mengatur Ketersediaan Bahan Baku Batik.
Raperda ini pada 17 Oktober 2018 lalu sudah di Paripurnakan untuk kemudian dibahas dan diperkirakan akan selesai pada 14 Desember 2018 mendatang.
Raperda tersebut dinilai bisa menjaga ketersediaan bahan baku batik agar tidak mengalami kelangkaan dan kenaikan harga.
Balgis menambahkan, selanjutnya DPRD juga akan menyusun perda lanjutan mengenai legalitas keberadaan batik sehingga batik asli tidak akan tercampur aduk dengan kain motif batik atau printing. (Kharisma - Dirhamsyah)
![]() |
: | 1 |
![]() |
: | 4483 |
![]() |
: | 4375 |
![]() |
: | 1 |